Mendorong Kredit Perbankan untuk Pertumbuhan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peran Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari investasi. Dalam perekonomian Indonesia, kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai sekitar 20% hingga 25%. Selain itu, investasi juga berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat. Kombinasi antara investasi dan konsumsi menyumbang sekitar 80% dari pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, untuk memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia, fokus utamanya adalah pada peningkatan investasi.

Investasi yang dilakukan oleh sektor swasta bergantung pada pembiayaan dari sistem keuangan atau perbankan. Untuk mendorong pertumbuhan investasi, diperlukan kredit perbankan yang semakin besar. Logika dasar ini menjadi salah satu alasan di balik kebijakan Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke bank-bank milik pemerintah (Himbara). Meskipun ada pro dan kontra terhadap langkah ini, upaya tersebut layak diapresiasi dan didukung.

Tujuan Penempatan Dana Rp200 Triliun

Tujuan dari penempatan dana Rp200 triliun di bank-bank Himbara adalah untuk mendorong pertumbuhan kredit yang bisa meningkatkan investasi dan pada akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, pertanyaannya adalah seberapa besar dan seberapa cepat dana tersebut dapat ditransmisikan ke kredit perbankan?

Sampai dengan Agustus 2025, pertumbuhan kredit perbankan hanya sebesar 7,56% year on year (YoY). Rasio Non Performing Loan (NPL) terjaga di bawah 3%, sementara kondisi likuiditas bank cukup berlimpah. Hal ini terlihat dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 120,25% serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang mencapai 27,25%, jauh di atas threshold 10%.

Faktor Penyebab Rendahnya Pertumbuhan Kredit

Indikator-indikator di atas menunjukkan bahwa penyaluran kredit perbankan masih rendah dan lambat. Penyebab utama pertumbuhan kredit yang rendah bukanlah karena keterbatasan likuiditas, melainkan karena permintaan (demand) yang rendah. Salah satu indikasinya adalah tingginya undisbursed loan. Sampai dengan Agustus 2025, undisbursed loan di perbankan mencapai Rp2.372 triliun atau setara dengan 22,71% dari plafon kredit yang tersedia. Besarnya undisbursed loan menunjukkan bahwa dunia usaha belum memanfaatkan dana yang sudah disediakan oleh bank.

Permintaan kredit yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah aktivitas ekonomi yang belum pulih sepenuhnya pasca-pandemi serta ketidakpastian ekonomi. Banyak sektor ekonomi belum kembali ke level sebelum pandemi, seperti mall yang masih sepi dan fenomena Rojali (rombongan jarang beli) serta Rohana (rombongan hanya nanya). Selain itu, ketidakpastian ekonomi juga dipengaruhi oleh situasi geopolitik global, seperti perang Ukraina, konflik Israel-Palestina, dan perang dagang yang dipicu oleh kebijakan politik Amerika Serikat.

Faktor lain yang turut memperlambat pertumbuhan kredit adalah biaya bunga perbankan yang tinggi. Tingginya suku bunga perbankan merupakan masalah klasik yang belum mendapatkan solusi yang tepat.

Tudingan Terhadap Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK)

Ada tudingan bahwa Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang disediakan oleh OJK menjadi faktor penyebab rendahnya penyaluran kredit perbankan. Argumentasinya, SLIK diberlakukan secara tidak adil dan bersifat diskriminatif, sehingga menghambat penyaluran kredit khususnya pada nasabah tertentu (bukan nasabah besar).

Namun, tudingan ini tidak berdasar. SLIK adalah sistem informasi yang dikelola oleh OJK untuk memberikan informasi riwayat kredit debitur kepada lembaga keuangan. Sistem ini menggantikan BI Checking dan digunakan untuk menilai kelayakan kredit berdasarkan riwayat pembayaran, jumlah kredit yang masih berjalan, serta apakah ada tunggakan atau kredit macet. Debitur dapat mengakses informasi ini secara gratis melalui situs resmi OJK untuk melihat catatan kredit sekaligus memastikan integritas mereka.

Artinya, SLIK justru membantu mempercepat proses pengajuan kredit. Sistem ini mengatasi sebagian permasalahan asymmetric information yang dihadapi oleh bank, sehingga mempercepat pengambilan keputusan di sisi bank.

Langkah Strategis yang Harus Didukung

Upaya pemerintah dalam mempercepat penyaluran kredit perbankan dengan menempatkan dana Rp200 triliun di bank-bank Himbara adalah sebuah langkah strategis yang harus diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Namun, keberhasilan langkah ini akan sangat bergantung pada kebijakan yang searah dari otoritas moneter serta kebijakan deregulasi di sektor riil. Tanpa harmonisasi dan sinergi kebijakan, langkah berani Menteri Keuangan akan kurang efektif seiring berjalannya waktu.